Kajian Hukum Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Nasional

Sebagai bagian dari Ikatan Keluarga Minangkabau yang peduli terhadap ketahanan dan kesejahteraan masyarakat, kami berupaya memberikan pemahaman yang jelas dan tepat tentang landasan hukum, mekanisme, dan implikasi dari penetapan keadaan darurat dalam situasi bencana. Semoga kajian ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi masyarakat, akademisi, pembuat kebijakan, dan seluruh pihak yang berkepentingan dalam menghadapi dinamika bencana di Indonesia. Download File

Menatap Padang dari Rantau: Refleksi 356 Tahun Kota Tercinta

Oleh: Braditi Moulevey Rajo Mudo Perantau Minang dan Sekjen DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) Hari Jadi Kota Padang yang ke-356 menjadi momen penting tidak hanya bagi warga yang berdomisili di kota ini, tetapi juga bagi kami yang berada jauh di rantau. Setiap tahun, saya mencoba untuk tidak hanya ikut mengucapkan selamat, tetapi juga ikut merefleksikan, bagaimana kabar kampung halaman kita hari ini? Apa yang sudah dicapai, dan ke mana arah perjalanan Kota Padang ke depan? Padang bagi saya bukan sekadar ibu kota provinsi. Ia adalah pusat denyut nadi peradaban Minangkabau modern, titik temu antara sejarah panjang, potensi besar, dan tantangan kompleks. Di usia ke-356 ini, tentu kita patut berbangga karena tidak banyak kota di Indonesia yang memiliki jejak sejarah sepanjang itu. Tapi, kebanggaan semata tak cukup. Usia adalah panggilan untuk lebih matang, lebih bijak, dan tentu saja lebih berani dalam menghadapi masa depan. Kota Padang: Antara Warisan Sejarah dan Modernitas Sebagai perantau, saya kerap memandang Padang dari dua sisi: sebagai kota historis dan sebagai kota masa depan. Dari sisi sejarah, Padang memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan Sumatera Barat, bahkan Indonesia. Pelabuhan Muaro yang dulu menjadi pusat perdagangan internasional, gedung-gedung kolonial yang masih berdiri tegak, hingga kisah-kisah heroik masa perjuangan, adalah bagian dari identitas kota ini. Namun pertanyaan adalah, sudahkah kita memelihara dan memanfaatkan warisan sejarah itu secara optimal untuk menjadi nilai tambah kota? Kota-kota lain di Indonesia, seperti Yogyakarta atau Solo, berhasil mengangkat nilai sejarah dan budayanya menjadi daya tarik pariwisata dan pusat ekonomi kreatif. Padang punya potensi yang sama, bahkan lebih besar. Akan tetapi, belum sepenuhnya diberdayakan secara terstruktur dan masif. Ke depan, saya membayangkan Padang sebagai “kota sejarah hidup” yang tidak hanya menjadi objek nostalgia, tetapi juga sumber daya ekonomi dan edukasi. Infrastruktur dan Tata Ruang Kota Dalam beberapa tahun terakhir, saya melihat adanya kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur fisik di Kota Padang. Peningkatan jalan, penataan trotoar, pembangunan ruang terbuka hijau, dan revitalisasi kawasan pantai menjadi langkah konkret yang perlu diapresiasi. Namun dalam kacamata pembangunan yang berkelanjutan dan berorientasi masa depan, saya ingin mengajukan beberapa catatan reflektif. Pertama, tata ruang kota Padang masih menghadapi persoalan ketimpangan fungsi. Sebagai contoh, pertumbuhan hunian dan komersial di kawasan pinggir kota belum diimbangi dengan ketersediaan transportasi publik yang memadai. Akibatnya, kemacetan mulai muncul, terutama di jam sibuk, dan ketergantungan pada kendaraan pribadi kian tinggi. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga soal keberlanjutan lingkungan. Kedua, kawasan permukiman padat penduduk di beberapa titik kota masih minim fasilitas publik seperti taman, pusat kegiatan masyarakat, hingga saluran drainase yang memadai. Padahal, kota yang sehat adalah kota yang ramah bagi seluruh warganya, tanpa terkecuali. Saya menyarankan agar ke depan, pembangunan Kota Padang lebih berpihak pada urban equity, yakni keadilan kota bagi semua golongan, bukan hanya kawasan elite atau pusat bisnis. Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan UMKM Sebagai kota pesisir dan pusat perdagangan sejak zaman dulu, Padang memiliki potensi ekonomi yang sangat kuat. Dalam konteks hari ini, kekuatan itu terletak pada sektor UMKM, pariwisata, dan industri kreatif. Namun potensi ini, menurut pengamatan saya dari rantau, belum digarap secara optimal dalam skala luas dan berkelanjutan. UMKM Padang, terutama yang bergerak di sektor kuliner, kerajinan, dan fashion berbasis budaya lokal, perlu dukungan lebih besar baik dalam bentuk pelatihan digital, akses permodalan, hingga promosi berbasis teknologi informasi. Peran pemerintah kota sangat vital di sini sebagai fasilitator dan inkubator inovasi ekonomi. Sebagai perantau, saya mengusulkan agar ke depan dibentuk semacam wadah gotong royong investasi dari perantau untuk mendukung wirausaha muda di kampung halaman. Ini bukan hal yang teoritis. Kota-kota lain sudah melakukannya dan berhasil. Tinggal bagaimana kemauan dan kesiapan kelembagaan kita. Kota Padang untuk Generasi Muda HJK ke-356 adalah saat yang tepat untuk bertanya: Kota Padang milik siapa? Jawabannya: milik generasi muda hari ini dan esok. Maka, pembangunan kota harus berbasis pada kebutuhan dan aspirasi generasi muda. Sayangnya, saya belum melihat cukup ruang dialog dan partisipasi bermakna dari pemuda dalam perumusan kebijakan strategis kota. Di era digital, pemuda Kota Padang sangat potensial menjadi agen perubahan. Mereka kreatif, adaptif, dan punya akses teknologi yang cukup. Tapi ruang ekspresi mereka harus difasilitasi. Pemerintah bisa membangun Youth Center di setiap kecamatan, memberikan beasiswa kota untuk pemuda berprestasi, hingga membentuk forum dialog rutin antara pemuda dan pemimpin kota. Dengan begitu, pembangunan menjadi proses bersama, bukan milik segelintir elit saja. Lingkungan dan Ketahanan Bencana Sebagai kota pesisir dan berada di wilayah cincin api, Padang sangat rentan terhadap bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami. Maka, refleksi HJK tak lengkap tanpa menyinggung soal ketahanan kota terhadap risiko bencana. Saya mengapresiasi inisiatif pemerintah dalam membangun shelter evakuasi, jalur evakuasi, serta edukasi kebencanaan. Namun edukasi ini perlu diperluas dan dimodernisasi. Teknologi bisa digunakan untuk sistem peringatan dini yang lebih canggih, simulasi kebencanaan berbasis aplikasi, hingga integrasi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan. Lebih dari itu, perlu ada kebijakan resilient city yang berorientasi pada perlindungan lingkungan. Penataan drainase, pengelolaan sampah, dan perlindungan hutan kota harus jadi prioritas. Kota yang tahan bencana adalah kota yang bersahabat dengan alam. Refleksi Budaya: Kota Padang dan Jati Diri Minangkabau Sebagai perantau, yang paling saya rindukan dari Padang adalah atmosfer budayanya. Namun dari waktu ke waktu, saya melihat adanya degradasi nilai-nilai adat dan budaya dalam kehidupan masyarakat kota. Ini bukan kesalahan siapa-siapa, tetapi panggilan bagi semua pihak untuk bersama-sama menguatkan kembali identitas budaya kita. Padang tidak boleh kehilangan ruh Minangkabaunya. Festival budaya, pelestarian bahasa, dukungan pada seniman lokal, hingga muatan lokal di sekolah-sekolah harus terus dikuatkan. Saya ingin Padang menjadi kota modern yang tetap memelihara jati dirinya: ranah Minang yang badunsanak, basandi syarak, dan basandi adat. Perantau dan Kota Padang: Hubungan yang Perlu Dirajut Ulang Saya percaya, salah satu kekuatan Padang dan Sumatera Barat adalah rantau. Perantau bukan hanya penyumbang remitansi atau pengisi acara pulang basamo. Lebih dari itu, perantau adalah duta, investor, sekaligus mitra strategis pembangunan daerah. Saya mengusulkan agar pemerintah kota membentuk lembaga khusus yang mengelola relasi dengan perantau secara profesional. Mereka bisa menjadi jembatan antara potensi yang ada di kota dan jaringan perantau di luar sana. Banyak dari kami yang siap pulang berkontribusi, baik dalam bentuk gagasan, pendanaan, maupun jaringan. Tapi kami

Braditi Moulevey Rajo Mudo: IKM Rumah Gadang Perantau Minang yang Inklusif dan Merangkul Semua Pihak

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Minang (DPP IKM), Braditi Moulevey Rajo Mudo, menegaskan bahwa organisasi yang dipimpin oleh Andre Rosiade tidak terafiliasi dengan partai atau organisasi politik manapun. Penegasan ini disampaikan untuk meluruskan kabar yang sempat muncul dan menyebut IKM hanya diisi oleh segelintir pihak yang memiliki latar belakang partai tertentu. Menurut Moulevey, sebagai organisasi paguyuban perantau Minang, IKM memiliki visi utama yang jauh dari kepentingan politik praktis. “IKM adalah rumah besar bagi seluruh perantau Minangkabau tanpa membeda-bedakan latar belakang politik, sosial, maupun ekonomi. Kami merangkul semua pihak dari berbagai latar belakang apapun” ujar Moulevey saat ditemui di Jakarta, Sabtu (2/8/2025). Ia menjelaskan, IKM berdiri atas dasar semangat kebersamaan dan kesadaran kolektif untuk melestarikan serta memperkuat identitas budaya Minangkabau di tanah rantau. Oleh karena itu, Moulevey memastikan, arah gerak organisasi sepenuhnya berfokus pada pemberdayaan masyarakat Minang, penguatan jati diri budaya, serta kontribusi nyata bagi pembangunan daerah dan nasional. Moulevey menambahkan, IKM selama ini rutin menggelar berbagai kegiatan budaya, sosial, dan ekonomi yang melibatkan seluruh kalangan perantau Minang. Mulai dari penyelenggaraan seminar kebudayaan, festival kuliner Minang, pelatihan bagi pelaku UMKM, hingga bantuan sosial bagi anggota IKM yang terdampak musibah. “Semua kegiatan ini menjadi wujud nyata komitmen kami menjaga marwah dan nilai-nilai budaya Minangkabau, sekaligus mempererat tali silaturahmi antar perantau,” kata Moulevey. Ia menekankan bahwa organisasi seperti IKM penting sebagai perekat sosial di tengah dinamika kehidupan urban yang kian kompleks. Selain kegiatan budaya dan sosial, IKM juga mendorong peran aktif generasi muda Minangkabau di perantauan. Melalui program-program pelatihan kepemimpinan, beasiswa pendidikan, hingga ruang diskusi kreatif, IKM ingin mencetak kader muda yang tidak hanya bangga pada budaya Minang, tetapi juga mampu bersaing secara global. IKM, kata Moulevey, tengah mempercepat proses konsolidasi nasional dengan menyusun Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) serta memperluas jaringan ke luar negeri. “Saat ini DPP IKM tengah menyusun calon pengurus. Ketua Umum Andre Rosiade sebagai formatur tunggal berpesan agar semua unsur partai dan kelompok dapat bergabung menjadi pengurus DPP IKM,” katanya. Berdasarkam AD/ART, anggota IKM kata Moulevey adalah seluruh Perantau Minang yang berada di luar Sumatera Barat (Sumbar). “Jadi IKM adalah Rumah Gadang Perantau Minang. Pengurus IKM itu adalah perwakilan Perantau Minang yang membantu mengurusi Perantau Minang di wilayah mereka masing-masing,” katanya. “Dengan hadirnya IKM, akan dapat mempermudah dan membantu perantau minang utk mendapatkan akses informasi, peningkatan ekonomi dan membantu sesama perantau di wilayah masing-masing,” sambungnya. Penegasan sikap independen IKM dinilai penting untuk menjaga kepercayaan anggota maupun masyarakat luas. “Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Sebuah pepatah Minang yang hingga hari ini menjadi landasan atau pijakan bagi perantau,” katanya. Moulevey menegaskan, sikap netral ini bukan berarti IKM bersikap pasif terhadap perkembangan bangsa. Sebaliknya, IKM tetap aktif memberikan sumbangsih pemikiran dan tenaga demi kemajuan bersama, tanpa terjebak kepentingan politik jangka pendek. “Kami terbuka untuk siapa saja yang memiliki niat baik memajukan masyarakat Minangkabau. Tidak ada syarat keanggotaan berdasarkan partai atau afiliasi politik tertentu. Yang kami tekankan hanya semangat kebersamaan, kepedulian, dan kontribusi,” ungkapnya. Menurut Moulevey, keberagaman latar belakang anggota justru menjadi kekuatan besar IKM. Hal ini mencerminkan falsafah “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” yang menekankan pentingnya nilai kebersamaan, saling menghormati, dan musyawarah dalam mengambil keputusan. Moulevey juga mengajak generasi muda Minangkabau untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan IKM. Menurutnya, regenerasi adalah kunci agar nilai-nilai luhur budaya Minangkabau tetap lestari di tengah arus modernisasi yang begitu cepat. “Kami ingin anak-anak muda Minang merasa bangga menjadi bagian dari IKM. Mereka adalah penerus yang akan membawa semangat kebersamaan dan nilai budaya ke masa depan,” ucapnya. Ia berharap publik dapat memahami bahwa IKM berdiri sebagai organisasi kemasyarakatan yang inklusif dan berorientasi pada kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok tertentu. Dengan komitmen untuk tetap netral dan merangkul semua pihak, IKM menegaskan posisinya sebagai rumah besar perantau Minangkabau. Sebuah wadah yang bukan hanya menjaga identitas budaya, tetapi juga mendorong peran aktif masyarakat Minang dalam membangun bangsa. (*)

Sertifikasi Tanah Ulayat dan Masa Depan Keadilan Sosial

Oleh: Braditi Moulevey Rajo Mudo (Sekjend DPP IKM) Tanah ulayat bagi masyarakat Minangkabau bukan sekadar lahan atau aset ekonomi, melainkan bagian dari jati diri. Ia adalah warisan leluhur yang dikelola secara komunal oleh kaum atau nagari, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dijaga melalui sistem adat yang hidup dalam kesadaran kolektif. Dalam tanah ulayat tertanam nilai solidaritas, tanggung jawab sosial, dan keterikatan manusia dengan alam.Dalam konteks Sumatera Barat, keberadaan tanah ulayat masih sangat relevan. Ia menjadi penyeimbang dalam struktur sosial, mencegah konsentrasi kepemilikan tanah secara berlebihan, serta menjaga relasi harmonis antara manusia dan lingkungannya. Namun, perkembangan zaman membawa tantangan tersendiri. Urbanisasi, alih fungsi lahan, hingga penetrasi pasar tanah telah menciptakan tekanan terhadap eksistensi tanah ulayat. Tidak jarang muncul konflik agraria yang melibatkan tanah ulayat, baik secara internal maupun dengan pihak eksternal.Dalam konteks ini, saya memandang langkah pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mendorong sertifikasi tanah ulayat sebagai suatu kebijakan yang layak untuk dipertimbangkan secara kritis dan konstruktif. Sertifikasi yang dimaksud bukanlah upaya untuk mengubah status kepemilikan tanah menjadi individual, melainkan pengakuan hukum terhadap hak komunal masyarakat adat atas tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun. Sertifikasi Bukan Privatisasi Ada kekhawatiran yang wajar dari sebagian masyarakat adat: bahwa sertifikasi bisa menjadi pintu masuk komersialisasi, atau bahkan penggerusan prinsip kolektivitas yang menjadi inti tanah ulayat. Namun demikian, kekhawatiran ini tidak harus berujung pada penolakan menyeluruh. Justru yang dibutuhkan adalah keterlibatan aktif masyarakat adat dalam setiap tahapan proses: identifikasi, verifikasi, hingga pengukuran batas wilayah ulayat.Kunci keberhasilan kebijakan ini terletak pada dua hal. Pertama, penghormatan terhadap hukum adat. Pemerintah tidak boleh menjalankan proses sertifikasi secara sepihak atau sekadar mengejar target administratif. Harus ada ruang deliberatif di mana ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai, dan masyarakat nagari dilibatkan secara penuh. Tanah ulayat bukan hanya soal peta dan batas, tetapi juga menyangkut legitimasi sosial dan kultural.Kedua, jaminan bahwa hak kolektif tetap dilindungi. Sertifikasi tanah ulayat harus secara eksplisit mencantumkan status komunalnya dan memastikan tidak mudah dialihkan ke pihak luar tanpa persetujuan kolektif. Sertifikat ini harus menjadi perisai hukum, bukan celah bagi pihak luar untuk mengambil alih secara legal. Warisan Nilai dan Arah Masa Depan Lebih dari sekadar aspek hukum agraria, tanah ulayat menyimpan pelajaran besar tentang bagaimana sebuah komunitas mengelola sumber daya secara berkeadilan dan berkelanjutan. Di tengah dunia yang semakin kompetitif dan individualistik, sistem ulayat adalah pengingat bahwa hidup bersama, saling berbagi, dan menjaga titipan leluhur adalah nilai-nilai yang tetap relevan bahkan esensial.Jika dijalankan dengan benar, sertifikasi tanah ulayat bisa menjadi alat penguatan masyarakat adat di tengah arus besar kapitalisme lahan. Dengan status hukum yang jelas, tanah ulayat bisa dilibatkan dalam perencanaan pembangunan daerah yang berwawasan budaya dan lingkungan, tanpa kehilangan esensinya sebagai warisan adat. Sertifikasi tanah ulayat bukan akhir dari cerita, tetapi awal dari perjuangan baru: bagaimana menjadikan hukum positif sebagai pelindung, bukan penghancur, dari hukum adat yang hidup. Sebab pada akhirnya, tanah ulayat bukan hanya milik orang sekarang, tetapi amanah untuk generasi mendatang. Menjaganya berarti menjaga martabat, kebijaksanaan, dan masa depan keadilan sosial kita bersama.

DPW
0
DPD
0 +
ANGGOTA
0 K
MINANGKABAU
0 %

DPP IKM

- DAFTAR JADI ANGGOTA

- IKM LUAR NEGERI

- DPW IKM SE INDONESIA

- DPD IKM SE INDONESIA

OFFICE :Jl. Mulawarman No.7, RT.5/RW.2, Selong, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110

Dikelola oleh Bidang Teknologi Informasi
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Minangkabau